Legenda Batu Menangis
Dahulu kala di sebuah desa di Kalimantan, hiduplah seorang ibu yang bekerja keras untuk membesarkan putri tunggalnya. Meski memiliki wajah yang sangat cantik, sang putri memiliki sifat yang jauh dari indah. Ia angkuh dan sering merendahkan ibunya, yang sudah tua dan hidup sederhana. Sang ibu selalu berharap anaknya kelak menjadi pribadi yang baik dan berbakti, tetapi anak itu justru semakin sombong.
Pada suatu hari, sang ibu mengajak putrinya ke pasar. Karena sifatnya yang sombong, putri itu merasa malu berjalan bersama ibunya yang berpakaian lusuh. Di sepanjang perjalanan, sang putri terus merendahkan ibunya, bahkan menyuruh ibunya untuk berjalan di belakang agar tidak terlihat orang-orang.
Sesampainya di pasar, beberapa orang menanyakan siapa wanita tua di belakangnya, namun sang putri menolak mengakui ibunya. "Dia hanya pembantu," jawabnya dengan angkuh. Mendengar jawaban itu, sang ibu sangat sedih dan hatinya hancur. Dalam kesedihannya, ia memanjatkan doa, meminta agar putrinya mendapat pelajaran atas perbuatan dan ucapannya.
Tiba-tiba, tubuh sang putri terasa berat dan tidak bisa bergerak. Perlahan-lahan, ia merasakan kakinya berubah menjadi batu. Gadis itu mulai menangis dan memohon ampun kepada ibunya, tetapi sudah terlambat. Doa ibunya dikabulkan, dan gadis itu berubah menjadi batu sepenuhnya. Hingga kini, masyarakat menyebutnya “Batu Menangis,” sebagai pengingat akan pentingnya menghormati orang tua.