Episode 1: "Cheonyeo Gwisin: Arwah Perawan yang Tersakiti"
Di tengah keheningan malam, ada sosok mistis yang dipercaya berkeliaran di tempat-tempat sunyi di Korea, terutama di sekolah tua, hutan, atau pegunungan. Cheonyeo Gwisin, atau arwah perawan yang tersakiti, adalah sosok hantu perempuan yang menyimpan duka mendalam. Di Korea, sosok ini tidak hanya sekadar cerita horor, melainkan juga cerminan dari kepercayaan masyarakat yang sangat menghargai pernikahan, kebahagiaan, dan kehormatan seseorang semasa hidupnya.
Asal Usul dan Kepercayaan tentang Cheonyeo Gwisin
Dalam budaya Korea, perempuan yang meninggal sebelum menikah diyakini tidak dapat masuk ke alam baka dengan damai. Mereka tidak pernah mengalami kebahagiaan dalam pernikahan, tidak memiliki keturunan, dan dianggap meninggalkan dunia dengan perasaan hampa. Sebagai hasilnya, arwah mereka dipercaya akan tetap berkeliaran sebagai gwisin—sebuah istilah dalam bahasa Korea yang merujuk pada roh atau hantu penasaran.
Cheonyeo Gwisin sering kali dikaitkan dengan konsep kehidupan setelah mati di Korea yang mengenal beberapa tingkatan roh, mulai dari arwah yang dapat beristirahat dalam damai hingga yang terjebak dalam kondisi penuh amarah atau kesedihan. Arwah yang mati tanpa mengalami kebahagiaan dalam hidup, seperti Cheonyeo Gwisin, dikatakan mengalami kegelisahan yang mendalam, yang membuat mereka terjebak antara dunia hidup dan mati.
Ciri Fisik dan Penampilan Cheonyeo Gwisin
Cheonyeo Gwisin digambarkan sebagai sosok perempuan muda dengan rambut panjang yang terurai, sering kali menutupi sebagian wajahnya. Ia mengenakan hanbok putih, pakaian tradisional Korea yang biasanya dikenakan untuk berkabung. Penampilan ini bukan tanpa makna; warna putih dalam budaya Korea melambangkan duka dan kesedihan. Hanbok putih yang dikenakan oleh Cheonyeo Gwisin menekankan statusnya sebagai wanita yang belum menikah dan tidak pernah merasakan kebahagiaan duniawi.
Wajahnya pucat, dengan mata kosong yang menyiratkan penderitaan, serta ekspresi wajah yang sedih atau bahkan kosong. Dalam beberapa kisah, Cheonyeo Gwisin dapat terlihat menangis atau terdengar merintih pelan, mencerminkan rasa sakit dan penyesalan yang membelenggunya. Suara rintihan ini sering membuat orang yang mendengarnya merinding atau merasa tidak nyaman. Beberapa saksi yang mengaku pernah melihat sosok ini mengatakan bahwa ia hanya muncul ketika mereka berada di tempat sepi atau saat malam mulai larut.
Tragedi Hidup yang Menjadi Penyebab
Cheonyeo Gwisin adalah simbol dari perempuan yang meninggal sebelum menjalani pengalaman penting dalam kehidupan mereka, terutama pernikahan. Di masa lalu, pernikahan dianggap sebagai tonggak kehidupan yang penting, terutama bagi perempuan. Seorang perempuan yang tidak menikah sering dianggap tidak “sempurna,” bahkan dianggap membawa nasib buruk bagi keluarga. Karenanya, ketika seorang perempuan meninggal dalam status perawan atau tanpa pasangan, masyarakat tradisional sering kali merasa arwahnya tidak akan tenang. Mereka dipercaya menjadi roh penasaran yang tersakiti, yang akan selalu mencari apa yang tidak mereka dapatkan semasa hidup.
Latar belakang tragis ini sering kali menyisipkan pesan moral, bahwa kehidupan yang tidak "terpenuhi" akan berdampak pada perjalanan arwah setelah mati. Dalam banyak versi cerita rakyat, Cheonyeo Gwisin adalah sosok yang pernah tersakiti dalam hidup, baik karena kekerasan, pengkhianatan, atau kematian yang tidak wajar. Ada yang mengatakan ia adalah korban pengkhianatan cinta, sementara ada yang menyebutnya sebagai perempuan yang kehilangan nyawanya dalam kecelakaan sebelum hari pernikahannya.
Kisah-Kisah Pertemuan dengan Cheonyeo Gwisin
Cerita tentang Cheonyeo Gwisin begitu banyak tersebar di masyarakat Korea, terutama dari mulut ke mulut atau dalam acara cerita hantu yang populer di kalangan anak muda. Salah satu cerita yang terkenal adalah kisah tentang Cheonyeo Gwisin yang menghantui sebuah sekolah tua di daerah pedesaan Korea.
Menurut cerita, ada sebuah ruangan di sekolah tersebut yang konon dihantui oleh arwah Cheonyeo Gwisin. Setiap kali seseorang masuk sendirian ke ruangan itu, ia akan merasakan kehadiran dingin, seolah ada seseorang yang sedang mengawasi dari kejauhan. Beberapa saksi bahkan mengaku melihat bayangan wanita berhanbok putih melayang dengan perlahan di sepanjang lorong, rambutnya yang panjang dan hitam jatuh menutupi wajahnya.
Di tempat lain, di sebuah hutan di pegunungan dekat Seoul, pendaki malam sering kali mengaku mendengar suara tangisan atau rintihan. Mereka yang mendekati asal suara tersebut justru merasa lemas dan kebingungan, seolah kehilangan arah. Masyarakat sekitar percaya bahwa suara tersebut adalah panggilan dari Cheonyeo Gwisin yang masih tersesat di tempat tersebut, mencari kebahagiaan yang tak pernah ia rasakan semasa hidup.
Pesan di Balik Legenda Cheonyeo Gwisin
Cheonyeo Gwisin tidak hanya menjadi mitos horor, tetapi juga sebuah pesan tentang pentingnya menjalani kehidupan yang bermakna. Sosok ini sering menjadi pengingat tentang keterikatan pada hal-hal duniawi dan kesedihan yang ditinggalkan karena ketidakpuasan. Di sisi lain, ia juga menjadi simbol tentang ketidakadilan yang dialami perempuan dalam budaya patriarki yang menempatkan kebahagiaan mereka hanya melalui status pernikahan.
Dalam beberapa acara ritual tradisional, orang Korea mengadakan upacara yang disebut gut untuk "menenangkan" arwah yang gelisah seperti Cheonyeo Gwisin. Ritual ini dilakukan untuk membantu roh mencapai kedamaian dan agar tidak lagi menghantui dunia manusia. Upacara ini juga menjadi cara bagi keluarga dan masyarakat untuk merelakan dan memberi hormat kepada arwah mereka yang telah meninggal tanpa merasa tersakiti.